Langsung ke konten utama

I Am Retropus, Sebuah Cerpen Persembahan Untuk Arema

I am Retropus merupakan cerpen pertama saya tentang Arema. Saya masih ingat, nulis cepern ini sambil nangis gegara ngiris bawang. Eh ... nggak ... saya nangis beneran karena ingat Madiun Disaster. Cerita ini sepenuhnya adalah fiksi alias kisah nyata. Saya berharap ada suatu pembelajaran besar yang dapat kita petik dari cerpen ini.


I am Retopus merupakan cerpen juara ketiga dari  Event Bola yang diadakan Antologi Es Campur. Cerpen ini dimuat dalam buku antologi berjudul MY STORY OF FOOTBALL yang diterbitkan Ae Publishing.

Selamat membaca :)



I am Retropus
Oleh: Adinda Zetya Salsabila


“Kak, boneka Oon iyang,” ucapku dengan nada tak jelas.
Maklum, aku masih berumur 9 tahun saat itu. Kak Lion menurunkanku dari gendongannya, kemudian berjongkok sambil mengelus rambutku pelan.
“Ilang di mana, On?” ucap Kakak agak panik dengan wajah memucat.
“Di ayam!” tunjukku pada Stadion Wilis Madiun yang menjauh dari pandanganku.
“Ya sudah, kamu di sini dulu, Jangan ke mana-mana, On!” pesan Kak Lion padaku yang kemudian menitipkanku pada ibu pemilik warung makan di pinggir Stadion Wilis
***
“Kak Lion!!!.” ujarku girang menyambut kedatangan Kak Lion sambil membawa boneka singaku, ia berhasil menemukannya, pikirku.
“Hei kau, berhenti!.” Sebuah teriakan muncul dari beberapa orang yang tengah mengejar Kak Lion yang terengah berlari ke arahku lalu dalam sekali sambar aku sudah berada dalam dekapannya.
Buk ....
Sebuah batu berukuran sekepalan tangan mencium pelipis kening kakakku hingga berdarah.
“Kak, Oon takut!” celetukku sambil mencengkeram erat kaos Aremania yang kakak pakai hingga sedikit kusut.
“Kalau takut pejamkan matamu, On! Dekap kakak! Dengarkan ini!” Kak Lion memasangkan headset di telingaku, lagu Arema milik Arema Voice yang sering dinyanyikan kakak terdengar cukup keras, namun tak mampu menyita pandanganku yang tertutup sepuluh jari renggangku.
Medan perang yang tak pernah bisa kuceritakan saat itu, Madiun bukan lagi arena yang seharusnya menyajikan pertandingan antara Arema Malang dan Persekabpas Pasuruan sore itu.
Duk ....
Lagi-lagi batu itu menimpuk kepala kakakku kasar, ia meringis kesakitan tapi masih bisa berbohong padaku dengan tersenyum.
Buk ... Prang ...!
Kali ini lemparan botol yang kemudian mencium tanah sukses memukul tengkuk Kakak, aku mempererat dekapanku. Lagi-lagi Kak Lion masih bisa tersenyum, sementara diriku hanya bersembunyi di balik tubuh kakak yang ternyata menjadi tamengku.
Duer...
Sebuah bom molotov meledak diikuti siraman gas air mata yang tiba-tiba menyerang kami, mataku perih, sementara kakakku roboh seketika sambil terus mendekapku tanpa lepas.
“Kak,” desisku meraba detak jantung di dada kanannya, masih terasa detakannya, kakakku masih hidup.
“Kak, Kak, Lion...” panggilku lagi sambil terisak, andai aku bukan anak kecil saat itu, aku pasti akan memukul orang yang telah melempar bom molotov ke arah kakakku. Tapi sekali, lagi apa yang bisa di lakukan anak kecil berumur 9 tahun saat itu?
“On,” lirihnya.
“Hiks ...,” kujawab dengan isakan.
“Berjanjilah, kau tak akan trauma setelah ini. Kau akan jadi Aremanita yang terus mencintai Arema dan kau tak akan membalas dendam untukku. Sampaikan maafku pada Ibu .... Aku .. ak .. akkuu .. men ...!”
Aku tahu terusan kata-kata yang tak mampu terucap saat itu. Kau sangat mencintai ibu, walau tak bisa terucap kala itu. Senja di Stadion Wilis seolah ikut melepas kepergianmu.
***
Untuk LIONADE ADITYA, You Always become apart for AREMA dan Aremania. Semoga engkau tenang di alam sana, Kawan ....

“Hari ini tepat 9 tahun sejak kepergianmu, Kak. Banner sepanjang 20 meter terpampang jelas di Stadion Wilis yang menjadi saksi bisu Fanatisme yang merenggut nyawamu dan meninggalkan luka untuk orang-orang yang menyayangimu,” desisku sambil menghela napas yang sedikit sesak.
Hening dalam doa, semua terdiam dan memanjatkan doa untuk korban tragedi suporter yang tak akan pernah terlupa dalam catatan hitam sepak bola Indonesia. Ratusan Aremania dan Aremanita yang diikuti pula warga sekitar Madiun yang turut berduka terlarut dalam suasana haru peringatan 9 tahun Madiun Disaster sore ini.
“Ini hidupku, Dek. Tak peduli orang memandang rendah derajatku sebagai suporter. Aku hanya ingin kau tahu, Dek, sepak bola tak semengerikan yang orang-orang ceritakan padamu dan aku ingin kau menjadi seorang Retropus (Suporter) yang kelak bisa mengubah pandangan dunia tentang dunia suporter.” Ingatku tentang ucapannya di saat terakhir.
“I am Retropus, Kak dan aku berhasil memenuhi keinginanmu,” lirihku sambil memandang fotomu yang tersenyum bangga dengan Jersey berlambang singa di dadamu dan meletakkan sebuah buku, “I am Retropus, Slide story of Madiun Disaster” karanganku di sebelahnya.
“Terima kasih telah mengajariku duniamu, Kak,” lirihku lagi sambil berlalu mengikuti jejakmu sebagai seorang retropus.


Sebuah Fanatisme yang terkadang merenggut nyawa orang yang kita sayang, namun tak sepantasnya ada balas dendam yang berkepanjangan. Darah tak seharusnya dibalas dengan darah, karena dibalik darah yang tertumpah selalu ada air mata orang-orang yang kita sayang.


Terima kasih sudah membaca, jangan lupa tinggalkan komentar, google + adindazetya, twitter @queenlionade, facebook: Endang Indri Astuti

Komentar

Unknown mengatakan…
Salam satu jiwa 😹

Postingan populer dari blog ini

Review Novel: Belahan Jiwa, Saat Dia Selalu Bersamamu, Cinta itu Telah Hadir

Jangan dibuka trailer di atas kalau gak mau kayak aku, langsung lari ke Indomaret buat ngambil novel Belahan Jiwa karya Nuniek KR ini :). Sumpah dendam banget sama yang buat trailer, maksudnya apa coba, bikin trailer yang bisa bikin nangis dari detik pertamanya di play (Pas iklannya, Plak). Tapi beneran aku sempat menitikkan air mata waktu liat trailer ini. Ciyus. Buat Bang Roll, hebat banget bisa bikin trailer keren kayak gini. Kamu utang 1 tetes air mataku, Bang. Hiks T_T

Temukan Apa yang Kamu cari Hanya Dalam Satu Klik, Mulai dari Fashion, Tren, Berita hingga Tips Relationship semua ada di IDN Times.

                 Dunia dalam satu klik,mungkin itu satu kata yang bisa menggambarkan era digitalisasi saat  ini. Tidak dapat dipungkiri setiap hari kita bergelut dengan yang namanya internet. Mulai dari kebutuhan mengakses sosial media seperti facebook, instagram, twiter hingga membaca berita di media digital atau mengakses informasi lainnya.

Apa yang aku pikirkan saat aku jenuh?

                        Ada banyak hal yang akhir-akhir ini membuatku sangat jenuh menjalani hidup. Tidak seperti biasanya saat aku mempunyai waktu luang, hari-hari yang libur untuk menikmati drama korea, tapi mendadak semuanya hambar.