Yang tertinggal dari sebuah
pertemuan adalah kisah yang harus dituliskan. Adapun terkadang geming lebih
hening dari selisih waktu. Atau aku yang terkadang mengumpat sesaknya kota ini
di selaput pandang matamu. Eaak … ini ngapain malah puisi?
Lama gak ngeblog, akhirnya aku
kembali dengan cerita haru, konyol dan juga menyenangkan sebagai oleh-olehku
dari Jogja. Mendengar nama Jogja, yang terlintas pertama kali pastinya
Malioboro, Nol Kilometer, Gudeg jogja dan masih banyak lagi ingatan-ingatan
yang di kepala.
Pagi ini, Minggu yang cerah dan
tetap untuk jiwa yang sepi, aku sudah bersiap untuk kopdar KBM di Jogjakarta.
Komunitas Bisa Menulis, atau yang dikenal KBM menggelar acara kopdar di Jogja.
Yang terlintas di pikiran aku adalah menyeret (memention, red) teman-teman di Jogja untuk ikutan. Setidaknya
jika gak ketemu dengan anak-anak KBM atau ada hal-hal lain yang tidak
diinginkan terjadi, aku sudah berjumpa dengan teman-teman. Maka jadilah aku
mengajak Bang Redy, Bang Ragiel, Annisa, Wahyu, dan Inov untuk ketemu.
Jam 7 aku berangkat dari rumah
menuju Prambanan, ke rumah Annisa. Sempat bingung karena lupa letak rumah
Annisa, namun akhirnya aku sampai ke tujuan dengan selamat. Keluarga Annisa
menyambut aku dengan hangat, ini kedua kalinya kunjungan aku ke rumah Annisa.
Lalu aku berbincang-bincang dengan Annisa (curhat, red) dan segera bersiap untuk berangkat.
Sengaja ingin menikmati Jogja dari
sisi lain, aku mengajak Annisa untuk naik Trans Jogja. Jam 9 kami berpamitan,
sebelum berangka, Annisa membeli koran terlebih dahulu. Agaknya dia kecewa,
karena tak mendapatkan koran Media Indonesia pagi ini. Annisa ini suka sekali
mengkliping sastra yang ada di koran. Hampir tiap Minggu dia membeli koran,
lalu mengumpulkan cerpen atau puisi di dalamnya.
![]() |
Ketemu dengan dua adik kesayangan :) |
Seolah waktu berjalan lambat, Trans
Jogja yang kami tumpangi harus susah payah menembus kepadatan kota Jogja.
Terlebih karena ini Long Weeekend, jadi pasti banyak para pelepas kepenatan
yang tak ingin melewatkan waktu mereka jalan-jalan di Jogja. Hampir sejam I
bus, akhirnya kami sampai di Halte 3 Malioboro, kami turun dan berjalan kali
sambil sesekali tolah-toleh.
“Duh,
Mbak kumpulnya di mana?” tanya Anis, aku menggeleng lemas. Harusnya kemarin aku
kontak panitia, namun aku lupa. Walaupun bukan sepenuhnya kesalahan aku, karena
di info kopdar pun tak ada kontak hape yang bisa dihubungi.
“Kita jalan aja dulu, Nis. Siapa
tahu nanti nemu pamplang KBM atau apa
gitu, atau kita cari koran Media Indonesia aja dulu,” tuturku. Anis pun
mengangguk setuju. Kami menyusuri toko-toko di dekat nol kilometer. Sesekali
mesti menahan hawa nafsu agar tak kalap membeli buku. Aku membuka facebook dan
mencoba mengecek status, kemudian kulihat inbok dari Bang Redy.
![]() |
lama nunggu gak bikin senyum mereka luntur, liat aja mbak Nunuk itu :) |
Aku
sudah di depan kantor pos nih.
Letak kantor pos yang Bang Redy
maksud tak jauh dari tempatku membeli koran. Kami pun bergegas mencari Bang
Redy.
“Mana Nis?” Kataku sambil celingukan
memperhatikan orang-orang yang berlalu-lalang. Sesekali kami menunjuk orang
yang salah, yang kami kira adalah Bang Redy.
“Itu kali, Mbak,” tunjuk Annis pada
seorang lelaki berkaca mata.
“Bukan, Nis. Masa beda banget sama
bang Redy,” aku menunjukkan layar hapeku pada Annisa. Tiba-tiba saja seolah
tahu kami cari, Bang Redy muncul. Lelaki berkacamata itu menyapaku. Karena
sudah lumayan akrab di dunia maya, obrolan kami pun sedikit nyambung.
![]() |
Mainan Angklung di Museum Kolong Tangga |
“Jadi tempatnya di mana?” tanya Bang
Redy padaku.
“Nggak tahu nih, Bang,” jawabku bingung,
sementara ini sudah satu jam lewat dari waktu janjian yang ditentukan.
Akhrinya kami memutuskan untuk
mencari tempat menunggu yang lebih enak. Kami berjalan menyeberang jalan dan
tanpa sengaja aku melihat Inov muncul bersama seseorang. Kaget banget ketika
yang muncul di sebelahnya adalah Hafidah. Pasalnya ketika kemarin Inov aku
tanya apa Hafidah mau ikut? Dia menjawab tidak jelas. Tapi ya sudahlah, yang
terpenting aku bahagia bertemu dengan kedua adikku itu.
![]() |
Senyumku oh ... |
Masih menunggu dua lelaki ganteng
lagi yang belum hadir, Bang Ragiel dan Wahyu. Di sela-sela menunggu kami sibuk
memposting di KBM untuk mencari tahu di mana tempat kumpul yang sebenarnya.
Hafidah yang memposting,s ementara yang lainnya mengomentari agar postingan tak
tenggelam. Dan aku posting di Kafe Curcol. Lama sekali tak ada jawaban, bahkan
beberapa panitia juga belum menjawab. Bang Ragiel dan Wahyu juga tak ada kabar.
Lelaki itu berjalan pelan, sambil
sessekali tersenyum. Dua lelaki dengan penampilan yang berbeda. Yang satu
memakai kemeja kotak-kotak, yang satu khas dengan topi dan ransel besar di
balik punggungnya. Merekalah bang Ragiel dan Wahyu yang muncul setelah ditunggu
agak lama. Maklum saja, mungkin bang duta (Bang ragiel, red) habis konser dulu
di jalan. Hehe. Alasan keterlambatan mereka ternyata bukan abal-abal, sebelum
berangkat Wahyu mensti jadi tukang kran dadakan dulu, belum lagi mereka yang
harus berdialog dengan polisi pagi ini.
Gadis cantik itu memakai rok AC
Milan dan Jilbab merah. Mereka menyapa kami, aku agak asing dengan wajahnya.
Meskipun mungkin saja aku mengenalnya. Dialah Mbak Nunuk, teman facebook juga. Nambah
lagi teman yang sudah dijumpai di dunia Maya yang aku temui di dunia nyata.
Karena terlalu lama menunggu teman-teman KBM, kami akhirnya memutuskan untuk
mengunjungi Museum Kolong Tangga terlebih dahulu.
Ada satu kejadian konyol yang entah
kenapa gak bisa lepas dari hidup saya. Karena terlalu bersemangat ke Museum
Kolong Tangga, sewaktu akan menyeberang di titik nol km, saya merasa ada yang
aneh kenapa aku tak maju-maju. Bang Redy, Mbak Nunu, Annisa, Hafidah dan Inov
sudah jalan duluan. Tinggal Wahyu, aku dan Bang Ragiel. Kedua lelaki ini udah
terbahak-bahak menyadari kejanggalan pada langkahku. Aku pun ikutan tertawa
ketika tahu penyebab langkahku gak maju-maju.
Ya Tuhan! Ternyata rokku nyangku di
salah satu portal di dekat nol kilometer. Memalukan! Pengen tampil anggun malah
ngisin-isini. Bang ragiel dan Wahyu pun menertawakanku, ditambah dengan ulah
iseng Wahyu yang menarik tasku hingga aku kesulitan melangkah. Hua, Aku
ssungguh malu. Kopdar pertama dengan kesan yang memalukan.
![]() |
Wush!!! |
Singkat cerita, kami berbagi cerita,
tertawa bersama, membicarakan hal-hal konyol dan apapun yang bisa dibully, sama
makan siang bareng. Terima kasih buat bang Ragiel yang udah bagi-bagi royalty
dengan nraktir lunch, hehe. Pada akhirnya kopdar KBM pun berpindah tempat di
depan Museum Kolong Tangga. Sharing yang tak cukup lama itu, membuat kita
saling mengenal satu sama lain. Ternyata, satu hal yang membuat kita missed
komunikasi adalah, para panitia memposting lanjutan info kopdar di Kafe Curcol,
jadi aku yang emang gak sering aktif di sana jadi gak tahu.
Pertemuan itu singkat, perpisahan
itu menyakitkan. Ya … waktu seolah mempercepat dirinya untuk berlalu. Kami pun
berpisah dengan anak-anak KBM. Sementara para rombongan awal, aku, Bang Redy,
Wahyu, Bang ragiel, inov, hafidah, annisa, masih melanjutkan petualangan dengan
melihat-lihat buku di dekat taman
pintar. Seolah tak ingin berpisah namun tak punya daya apa-apa, kami akhirnya
benar-benar mengambil jalan yang berbeda.
![]() |
Liat! Wahyu mau ngeluarin jurus :) |
Hingga akhirnya, memeluk Hafidah dan
inov di nol Kilometer setelah perdebatan kecil tentang buku London Love Story
menjadi titik di mana aku harus melangkah pulang. Disaksikan oleh ibu penjual
buku yang senyum-senyum melihat tingkah kami, aku pun berbalik arah menuju
Halte Malioboro. Sementara Inov dan hafidah ke alun-alun kidul.
Ide-ide berterbangan di kepala
menunggu bus hijau itu datang. Sesekali aku melihat raut kepenatan di sela wajh
annisa yang tak nyaman dengan keramaian. Mungkin bising ini adalah keresaha
berupa puisi di otaknya.
“Entahlah mbak, aku memang tak
nyaman di keramaian,” gumam Annisa.
“Mungkin aku juga, sesak rasanya
melihat orang-orang. Tapi mungkin ini bisa jadi ide cerita loh Nis. Misalkan
aja kita ketinggalan trans jogja atau kepisah gitu,” tuturku.
Belum sempat menjabarkan ideku yang
banyak, bus kami datang. Dengan langkah ingin segera pulang, aku pun naik ke
bus. Sementara seperti ada yang memanggil.
“Mbak Dinda, Mbak Dinda,” aku
menoleh mencari keberadaan Annis yang memang lebih senang memanggilku dengan
nama Mbak Dinda. Ya! Annis masih tertinggal di halte, sementara pintu bus
hampir tertutup dengan tangan mbak-mbaknya yang merentang di hadapanku
menghalangi penumpang masuk.
Bingung, mau turun atau tidak. Tapi
aku tak mungkin meninggalkan annisa sendiri, sekalipun dia tahu jalan pulang,
bukankah teman yang meninggalkan temannya sendiri adalah sampah? Akhirnya aku
pun turun kembali.
“Lah, Nis, aku kira tadi kamu udah
naik,” ungkapku.
“Baru aja tadi mbak mau bikin cerita tentang ketinggalan
trans, eh malah terjadi beneran,” celetuk Annis sambil mencari tempat duduk.
“Eh, kok bisa sama gitu ya? Duh, fiksi
banget uripku mah, Nis,” celetukku.
“Maaf, mbaknya KBM ya?” tiba-tiba seorang
gadis bertanya padaku.
“Iya … mbak,” jawabku ragu, sebab
sebenarnya aku tak aktif di KBM, aku belajar di grup manapun.
“Aku tadi mau ikut kopdar Mbak, tapi
gak jadi,” ingatanku langsung berputar pada kata-kata Hafidah di sela-sela
kopdar. Katanya ada yang mau ikut tapi gak jadi karena gak tahu tempatnya.
“Oh, mbaknya yang mau ikut terus
ketemu temannya gak jadi tadi?” tanyaku pada mbak-mbak berjilbab hitam di
sampingku. Dia mengangguk.
“Aku Niki, Mbaknya siapa?”
Aku pun menjawab namaku. Gadis itu
bernama Niki, seorang mahasiswa UGM. Entahlah ini seperti rentetan takdir. Aku
memang harus tertinggal trans jogja untuk bertemu gadis ini, mungkin itu yang
Tuhan rencanakan.
Pada akhirnya setiap perjumpaan
pasti menemui titik perpisahan. Tapi di titik perpisahan itu ada harapan untuk
kembali dan menyeka rindu yang telah lama dikumpulkan. Terima kasih Tuhan atas
kopdar bahagia hari ini. Kita akan berjumpa lagi nanti.
Terima kasih sudah membaca, jangan lupa tinggalkan komentar, follow my twitter @queenlionade, Facebook: Endang Indri Astuti. Big Hug to you :)
Komentar