Apaan itu Ritual
Lapaong Astral? Eits … jangan mikir yang aneh-aneh gitu. Ini bukan ritual yang
berhubungan dengan dunia mistis dan lain sebagainya.
![]() |
Om Yuditeha lagi membuka acara. Dia juga sering disebut "Bos Genk" :) |
Jum’at kemarin saya
baru dari Solo, bias jalan-jalan *muka songong. Halah sok banget ya? Hehehe.
Suatu kehormatan saya bisa menghadiri acara sastra yang di dalamnya
mempertemukan saya dengan mas-mas ganteng unlimited. Cie … giliran disinggung
Mas Ganteng aja pada semangat. Banyak cerita lucu yang tak banyak diketahui
orang, mulai dari berangkat ke Wisma TBJT hingga acara itu selesai tetap saja
euforianya masih membekas.
Baiklah dari pada
penasaran, saya akan memulai cerita saya. Tapi mulai dari mana ya? Hah?
Kediaman
Pak Sucipto, Jum’t 15 April pukul 10.00
![]() |
Kalau ini mbak bintang :) |
Semua sudah terplanning dengan baik. Sudah janjian sama
mas Seto buat ketemu di Stasiun Balapan jam 10 pagi. Neng stasiun Balapan, Kuto solo sing dadi kenangan, kowe karo aku.
Stop … gak saya lanjutin, nanti pada mules lagi dengar suara saya. Kembali ke
Mas Seto Permada, eh belum pernah ngenalin dia ya? Kenalin, dia ini cerpenis
dari Bruno. Bukan, bukan Mas-mas yang nyanyi lagunya.When I Was Your Man, yang
bikin mata saya kembeng-kembeng tiap
mendengatkan lagunya itu bukan. Pokoknya dia ini cerpenis yang mungkin sebentar
lagi namanya akan booming.
![]() |
Ini mas Seto permada. |
Rasanya gak seru jika
suatu planning itu berjalan lancar. Mas Seto ketinggalan
kereta, katanya kereta dari Kutoarjo ke Solo itu jarang. Iya sejarang kamu memperhatikanku *abaikan. Jadi mau tak mau mas
Seto naik kereta selanjutnya. Naasny harga tiketnya jauh lebih mahal. “Duh,
Mbak, Harga tiketnya lebih mahal,” curhat Mas Seto. Saya bisa
membayangkan betapa melasnya wajah Mas Seto di kutoarjo sana #ditimpukinfansnya
Mas Seto.
Saya masih santai
hingga pukul 12 tiba, karena Mas Seto dapat tiket jam setengah satu. Jam 12
hape bordering, nomor tak dikenal.
“Halo, Teteh. Kamu ke Solo jam berapa. Kita tukeran sepeda ya?”ungkap
Kakaku yang di Solo Baru sana. Hadeuh ribet, rencana dari Klaten ke Stasiun
Balapan mesti ketunda mampir dulu di tempat kakak. Awalnya aku ngomel-ngomel,
kebiasaan kakak ini kalau minta apa-apa mesti sakjet saknyet.
Telepon tertutup dan
Nyonya Besar nanya ada apa. Saya jelaskan semuanya, bla … bla … bla … Tanpa
disangka, Nyonya Besar malah ikut saya ke Solo, katany dia kangen sama cucunya.
Jadi mau tak mau saya mengedropkannya di tempat kakak.
Setelah muter-muter gak
jelas, dari Solo Baru-Gading-Pasar Legi-Pasar Gede, saya pun nyampai di depan
Stasiun. Mata saya mencari keberadaan Mas Seto. Saya bingung dia yang mana?
Sempat saya mengira dia mas-mas tambun yang keluar dari stasiun, namun saya
tepis argument saya. “Alisnya beda banget sama yang difoto.” Haha … Ini aneh
memang, saya menggunakan pathokan alis untuk membedakan Mas Seto yang mana.
Beberapa kali menelepon dan saya mendapati seorang lelaki dengan telepon
genggam di telinganya berjalan kea rah halte di seberang. Dari kejauhan alisnya
bersinar, hah … saya pun meyakininya sebagai Mas Seto Permada. Dan benar saja,
lelaki itu mengangkat hapenya di saat saya memencet nomer teleponnya. Pelajaran
yang bisa diambil “Terkadang Alis bisa
menunjukan pemiliknya.” Gubrak!
Sampai di TBJT, saya
dan mas Seto bingung mau ke mana. Sambil menunggu Om Yuditeha datang, saya pun
sempat memeluk pagar TBJT #kurangkerjaan. Minder banget ketika harus masuk ke
tempat asing, dengan mas-mas teater yang lagi serius latihan. Setelah bosan
memandangi pagar, saya dan Mas Seto masuk ke TBJT. Sok-sokan kayak mahasiswa,
kayak orang yang lagi ada acara, hehe. Lelah muter-muter kami pun duduk di
bawah pohon rindang. Cie … Cie apaan? Banyak uletnya tahu. Hii.
Tak lama ketika kami
mengobrol datang dua orang mas-mas dengan motor matic yang duduk tak jauh dari
kami. Dua mas jangkung yang sepertinya sama tersesatnya kami. Oke fix,
sepertinya kita satu acara. Mas Seto pun memberanikan diri bertanya, dan benar.
Dia adalah Mas El Mahvudd dan Mas Arif Rohman. Mas El Mahvud ini seorang
cerpenis, resensor yang sudah saya kenal. Kalau Mas Arif Rohman juga seorang
penulis dan baru saya kenal.
Kesan pertama ketemu Om Yuditeha, ternyata
orangnya enak diajak bercanda. Belum mandi dan baru ditunjukan kamar
masing-masing kami malah mengobrol ngalor-ngidul. Suasana hangat dan
candaan-candaan meluncur begitu saja. Pendopo Wisma TBJT, terletak di depan
kamar VIP yang kebetulan kami diberi kesempatan untuk menginap di sana. Kamar
untuk yang cewek di sebelah kanan, sementara di sampingnya kamar buat yang
cowok. Ya memang sebagian dari kami berencana menginap. Sayangnya yang
perempuan cuma saya saja, jadi kamar segede gaban itu mubazir sekali. Sementara
untuk yang laki-laki ada Mas Wahyu Wibowo, Mas El, Mas Arif, Mas Seto dan satu
lagi lupa namanya.
Ndredeg poll. Bagaimana
tidak, masing-masing dari cerpenis diminta maju satu per satu. Termasuk saya,
padahal yang hadir itu mas-mas dan mbak penulis yang udah keren banget. Kayak
Om Yudhi Herwibowo, Mbak Indah Darmastuti, Mas Bandung Mawardi, mas-mas
mahasiswa LPM Kentingan.com. Duh, somebody
help me. Oh ya saya ada cerita menari pertemuan saya dengan Mbak Indah
Darmastuti, penulis buku Makan Malam Bersama Dewi gandari. Waktu itu orang yang
pertama saya salamin adalah mbak Indah. Kami pun berkenalan.
![]() |
Mas Andri Saptono |
Kagetnya dia ingat nama
saya, “Oh ini Endang ya yang kemarin saya konfirmasi.” Saya pun mengangguk
senang, nama saya diingat sama mbak penulis keren ini. Sesuatuh. Saya pun
mengangguk dan menjawab iya. “Nulis cerpen apa?” Hah? Memasuki pertanyaan ini
saya bingung. Dan kebingungan saya saya simpan hingga acara berakhir. Barulah
terjawab saat saya ngobrol santai .
Mbak Indah bilang gini,
“Saya kaget loh waktu ketemu Endang di acara ini. Pasalnya kemarin saya tuh di
add sama ibu-ibu yang saya bombing menulis, eh nama Endang ada di antara
beberapa ibu-ibu itu yang ngeadd saya. Saya kira kamu ya bagian dari ibu-ibu
itu,” canda Mbak Indah.
Saya pun menanggapinya
dengan candaan, “Hahaduh, saya tiwas bangga diterima pertemanannya sama Mbak,
ternyata :3” Kami pun tertawa bersama.
Jika bertemu dengan
orang-orang yang menggeluti bidang yang sama, rasanya ngobrol berjam-jam tak
cukup. Setelah selesai mengobrol di pendopo yang mulai sepi.Saya, Om yuditeha, Mas
Seto, Mas El, mas Arif dan satunya lagi saya lupa masih melanjutkan obrolan.
Membahas perkembangan sastta, cerpen koran, redaktur koran, bahkan menanggapi
cerita-cerita tak seirus. Segala obrolan berlangsung hangat ditemani secangkir
kopi, wedang jahe atau pun the. Tepat pukul dua dini hari, saat embun
bersenggama dengan motor-motor kami, tiba waktunya untuk memeluk tempat tidur.
Om Yuditeha berpamitan, sebelum berpamitan dia ternyata masih ingat dengan
janji es krimnya pada saya
![]() |
mas el mahvud |
![]() |
mbak angel |
![]() |
mas ahmad alfi |
Semua berlangsung
cepat. Di kamar ini hanya ada saya sendiri dengan TV dan AC yang tak bisa
diajak mengobrol. Pertemun yang terekam berputar cepat di kepala. Tanpa sadar
waktu yang menyudahi. Segala ceritaitu mulai menjadi cerita yang menempel di
kepala. Berkali-kali mata terpejam, tapi tak bisa. Seolah ada hal lain yang
membuat mata sulit tidur. Entah apa itu. Hingga pukul tiga saya baru bisa
memejamkan mata. Akhirnya Cuma tidur sejam-an dan bangun untuk bersiap pulang.
![]() |
Temennya mbak lusi |
![]() |
Sarapannya ritual nyelpie |
Rencana balik jam 5
batal, Mas-mas ganteng, uhuk, Mas-mas kamar sebelah masih terlelap dalam
tidurnya. Duh, kasian sekali muka mas Seto yang memikirkan ketinggaln kereta
lagi. Kami malah mengobrol ngalor-ngidul di depan kamar. Muka-muka belum mandi
tetap cuek aja. Seolah kami sedang mengulur perpisahan, atau menghalangi
matahari namun tak bergerak mundur. Hingga pukul delapan kami barulah bersiap
untuk pulang. Sebelum pulang, tak lupa kita selfie dulu, biar tak dikira Hoax
pertemuan kami. Hahahah.
Ah, rasanya pertemuan
itu terlalu cepat dan perpisahan terlalu datang cepat. Semoga kita dapat
berjumpa kembali nanti :D
Terima kasih sudah
membaca cerita absurd saya, jangan lupa tinggalkan komentar. Tinggalkan hati
juga boleh, tapi jangan tinggalkan mantan.
Komentar