Nobar Gayeng Film
Nendes Kombet
Ada yang berbeda di
Kantor Malang Posr di Ruko WOW Sawojajar Jum’at malam kemarin. Malang Post
menggelar acara nonton bareng film “Nendes Kombet” dalam acara Jagongan Gayeng
Malang Post.
![]() |
Nyempetin narsis di depan kantor Malang Post |
Dibuka dengan beberapa sambutan dari
wartawan senior Husnun N Djurait,s erta sambutan dari Sutradara fil dokumenter
Nendes Kombet acara kemudian dilanjutkan dengan nonton bareng film Nendes
Kombet.
Nendes Kombet yang berarti senden
tembok (bersandar di tembok atau dalam artian sebenarnya adalah santai)
merupakan film yang disutradari oleh
Sa’idah Fitria sebagai tugas akhir di Institut Seni Jogjakarta. Film ini
merupakan apresiasi terhadap bahasa kiwalan (bahasa walikan) yang menjadi ciri
khas tersendiri warga kota Arema ini.
Film berdurasi 30 menit ini
menceritakan tentang asal mula bahasa walikan dan eksistensinya masa kini.
Bahasa walikan sendiri merupakan ciri khas kota Malang karena bahasanya yang
uniik atau dikenal dengan membolak-balikkan kosa kata. Seperti saya menjasi
ayas, umak menjadi kamu, arek menjadi kera, sepatu menjadi utapes dan masih
banyak lagi contohnya. Tetapi dalam pemakaiannya tidak semua kata bisa dibalik
menjadi bahasa walikan, contohnya mbak tidak bisa menjadi kabm atau cinta menjadi atnic, hanya kata-kata tertentu
saja bisa dipakai sebagai bahasa walikan.
![]() |
Suasana nobar film Nendes Kombet |
Dalam pemakaian bahasa walikan, ada
juga beberapa kata yang mengalami perubahan yang disesuaikan dengan pengucapan
bahasa walikan itu sendiri. Contohnya Senden yang seharusnya menjadi Nednes
kenapa bisa menjadi Nendes, itu karena bahasa walikan bukan merupakan bahasa
baku tetapi disesuaikan dengan kenyamanan pengucapan.
Film Nendes Kombet sendiri juga
menceritakan asal mula bahasa walikan yang tercipta sekitar tahun 1949 semasa
GRK(Gerilya Rakyat Kota) sebagai bahasa sandi agar tidak diketahui oleh
Belanda. Film yang dipandu oleh nara sumber mas Ade d’Kross(dembina d’Kross
Comunity), Cak Kandar, A. Effendi Kadarisman MA, Ph.D(Pakar linguistik), Abdul
Wahad Adhienegoro (pengacara dan penulis Bahasa Malangan Bukan Sekedar Bahasa
Walikan) dan lain-lain. Film ini sukses menggambarkan bahasa walikan yang sudah
bukan hanya menjadi bahasa sandi melainkan bahasa tren yang bahkan membuat
orang-orang di luar Malang pun tertarik untuk mempelajarinya. Bahasa yang unik
dan menjadi ciri khas kota Malang ini dalam perkembangannya bahkan sudah
menjadi bahan-bahan penelitian mahasiswa sebagai riset dan mulai dikenal tak
hanya di Malang saja.
![]() |
Suasana nObar yang mengesankan :) |
Sang Sutradara Film Nendes Kombet
sendiri Sa’idah Fitria mengatakan bahwa pembuatan film ini pun diawali dengan
kekagumannya atas solidaritas rakyat Malang. Mengaku mendapat inspirasi sewaktu
berkunjung ke Jakarta. Dia sempat
bertanya kepada seorang bapak-bapak di Stasiun Pasar Senen. Tak tahunya yang
ditanya adalah orang malang dan mengetahu mbak Sa’idah adalah arek Malang
dengan melihat tasnya yang bertuliskan Arema. Bapak tersebut bahkan rela
mengantarkan Mbak Sa’idah sampai tujuan, padahal profesi bapak-bapak tersebut
adalah seorang preman. Solidaritas arek malang yang merasa satu jiwa inilah
yang menjadi dasar pembuatan dengan masa riset yang mencapai hampir enam bulan
ini.
Malang mempunyai Arema sebagai klub
sepak bola pemersatu dan juga bahasa walikan sebagai bahasa pemersatu yang
wajib dilestarikan. Di tengah perkembangan zaman yang sering mengabaikan
nila-nilai bahasa lokal, bahasa walikan justru menunjukkan eksistensinya.
Sebuah bahasa pemersatu yang khas, unik dan hanya satu-satunya di Indonesia
itulah bahasa walikan, bahasanya arek malang.
Komentar