Kembali,
cerpen terbaru milik Ken Hanggara yang berjudul Bidadari Tersesat dimuat di
salah satu media lokal beberapa hari yang lalu. Bukan hanya itu, hampir setiap
bulan, bahkan minggu, ada saja karya Ken Hanggara yang dimuat di koran lokal
maupun nasional. Hal itu jelas membuat para penulis iri, terutama penulis
pemula seperti saya sekaligus kagum dengan karya-karya yang berhasil Ken
Hanggara torehkan. Pasalnya, tak mudah untuk menembus satu karya saja terbit di
media, apalagi bisa setiap seminggu sekali karya kita dimuat di sana, cukup
sulit. Namun tampaknya berbeda dengan Ken Hanggara, jauh di benak saya selalu
bertanya-tanya, apa yang menjadi rahasia menulis dari lelaki yang satu ini?
Pada
akhirnya pertanyaan saya terjawab lewat kelas online di salah satu grup Antologi es Campur, Ken menjadi pengisi
acara di sana. Dan akhirnya saya mendapati satu rahasia Ken dalam menembus
media, baik lokal maupun nasional.
![]() |
Penampakan di Radar Mojokerto :) |
Ken
Hanggara atau yang akrab disapa Ken, lahir di Sidoarjo, 21 Juni 1991. Beberapa
cerpen, puisi, esai, dan novel yang terbit di puluhan antologi, berbagai media
lokal dan nasional. Sebut saja cerpen-cerpennya seperti Bidadari tersesat,
Neraka di Kota Kami, Dosa-Dosa di Kotak Kado dan Istri yang Membenci Suami,
Bukan Klise, Pezikir Jembatan, Demonomania, Seekor Anjing di Tengah Kota dan
Wanita yang Tidak Punya Siapa-Siapa, Peri-Peri Hutan, dan masih banyak lainnya
pernah menghiasi koran lokal maupun nasional. Yakni, Republika, Padang
Ekspress, Suara Karya, Solopos, Radar Mojokerto, Radar Bromo, Radar Banyuwangi,
Minggu Pagi, Koran Merapi, Basa Basi.co,
Taman Fiksi.com, dan beberapa media cetak maupun online lainnya.
Sepanjang
tahun 2012-2014 dia pernah masuk nominasi dan menjuarai lomba cerpen, puisi,
dan resensi tingkat nasional. Bahkan di tahun 2014, dia menjadi juara kedua
wakil Indonesia dalam ajang ASEAN Young Writers Award 2014 lewat cerpen
Robot-Robotan di Rahim Ibu. Dia juga sukses meraih 4 besar Siwa Nataraja Award
1 lewat manuskrip cerpen dengan judul Di Angkot Mas Gondo. Kini dia dipercaya
sebagai UNSA Ambasador 2015 yang sukses
dengan buku solonya Dermaga Batu (Kumpulan Puisi), Minus Menangis (Kumpulan
Cerpen), Jalan Setapak Aisyah (Kumpulan Cerpen), Menulis Cerpen itu Gampang
(Nonfiksi) dan sebuah novel miliknya yang sedang menanti terbit di sebuah
penerbit mayor.
Awalnya,
menulis bagi Ken bukan suatu hal yang mudah, terlebih dulu Ken belum punya
laptop. Jadi harus bolak-balik ke warnet untuk mengetik dan mengirimkan
karyanya. Tapi hal tersebut tak membuat Ken putus asa, sebab dalam meraih suatu
impian jalan memang tak selalu mulus. Arek Surabaya asli ini juga menuturkan, “Awal saya menulis tidak sengaja, coba-coba
saja mengikuti lomba. Alhamdulillah menang, dan ketagihan sampai sekarang,”
tutur lelaki pemilik blog kenhanggara.blogspot.com ini.
Karyanya sering dimuat di media, bukan berarti
Ken tidak pernah mengalami penolakan. Dia bahkan mengungkapkan sering dan
berkali-kali ditolak media.Namun satu jurus jitu yang Ken punya adalah dengan
merevisi kembali apa yang ditulisnya, merombak, dan memperbaikinya.
Satu mantra ajaib yang pernah saya tanyakan
pada Ken Hanggara tentang trik menembus media adalah satu kalimat “Kirim,
Lupakan”. Kalimat ini berarti rajin-rajin mengirim karya ke media, tapi tidak
mengingat-ingatnya terus, jadi kita bisa fokus pada karya kita selanjutnya.
Selain itu konsisten juga perlu diterapkan oleh setiap penulis. Paling tidak
seminggu sekali menirimkan tulisan kita ke media, tutur pemilik twitter
@Kenzohang tersebut.
Ken
mengaku jarang menggunakan outline saat
menulis, mungkin karena Ken terbiasa menulis dengan konsisten. Setiap hari dia
menerapkan prinsip paling tidak satu cerpen yang dituliskannya, selain untuk
menjaga konsistensinya, hal ini juga dimaksud untuk membiasakan dirinya menulis
setiap harinya.
Kadang
seseorang penulis pemula takut untuk memulai tulisannya. Takut nanti tulisannya
jeleklah, endingnya gak sesuai dan sebagainya. Ken mempunyai tips tersendiri
untuk menghadapinya, “Ketakutan seperti itu pasti ada, tapi sebisa mungkin saya
halau. Karena bisa mengganggu, bisa jadi tulisan kita malah benar-benar jelek,”
gumam lelaki yang juga pecinta alam tersebut.
Mengingat
kembali tujuan awal menulis dan terus melangkah adalah alarm pengingat Ken untuk terus berkarya dan menulis.
Menulis
adalah satu proses kreatif di mana terkadang, penolakan, rintangan menjadi hal
yang menghiasi cerita di dalamnya. Namun kembali lagi pada tujuan awal kita
menulis, jika kita tidak memulai maka kita tidak akan pernah menjadi penulis. Berhenti
mengeluh dan mulailah menulis serta selesaikan tulisanmu, sebab kamu tak tahu
dunia bisa membaca pikiranmu lewat apa yang kamu tuliskan. Bisa jadi kamu
adalah Ken Hanggara versi lain selanjutnya. Ayo menulis! Salam pena.
Komentar