Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret 20, 2016

Mendobrak Dogma “Like” menjadi Ukuran Sebuah Karya (Dimuat di Radar Mojokerto, 20 Maret 2016)

Mendobrak Dogma “Like” menjadi Ukuran Sebuah Karya Oleh: Endang Indri Astuti             Dalam sebuah komunitas menulis, sebuah dogma berkembang bahwa like adalah salah satu ukuran penilaian karya tulis. Mengesampingkan penilaian EYD, isi karya, maupun teknik menulis lainnya. Terlebih jika sebuah tulisan tersebut dilike maupun dikomentari oleh pemilik grup yang notabenenya adalah seorang penulis nasional. Mirisnya beberapa anggota mengamininya, bahwa ukuran sebuah karya yang bagus ditentukan dari banyaknya like dan komentar dari anggota grup yang berkisar 130 ribu orang tersebut. Bahkan ada yang berpikiran, sebuah karya tak perlu ada pengujian ketat, seperti lewat media, maupun sebuah penerbit.

Tiwas Pede (Dimuat di Ah Tenane, Solopos 18 Februari 2016)

Sabtu sore, sepulang jagong di salah satu gedung di Solo, Lady Cempluk langsung pergi ke salah satu toko buku yang berada di lantai tiga sebuah Mall gaul di kota ini. Tanpa ganti baju dulu, masih dengan dandannya sesusai jagong dengan pedenya dia memaduki toko buku tersebut. Beberapa karyawan yang sempat melihat kedatangannya banyak yang melihatnya sambil prengas-prenges     tak jelas. Lady Cempluk yang udah kepalang pede dengan penampilannya yang cantik pun tak peduli.             Dengan santai dia memilih beberapa novel lalu membawanya ke kasir. Di kasir pun, seorang pelayan bernama Jon Koplo, terlihat dari namanya di name tag juga seperti menertawakannya.             “ Ngopo sih Mas, ngguya-ngguyu wae. Aku ayu tho? ” gumam Lady Cempluk dengan pedenya. Beberapa pengunjung yang melihat Lady Cempluk pun turut menertawakannya. Lady Cempluk yang merasa risih diperhatikan seperti itu pun langsung bertanya kepada Jon Koplo, si penjaga kasir.             “Nggak papa kok, Mba