Langsung ke konten utama

Nobar Gayeng Film Nendes Kombet bareng Malang Post dan DKM



Nobar Gayeng Film Nendes Kombet

            Ada yang berbeda di Kantor Malang Posr di Ruko WOW Sawojajar Jum’at malam kemarin. Malang Post menggelar acara nonton bareng film “Nendes Kombet” dalam acara Jagongan Gayeng Malang Post.
Nyempetin narsis di depan kantor Malang Post
            Bekerjasama dengan Dewan Kesenian Malang dan Mandala Buddhaya acara dimulai sekitar pukul delapan malam. Dihadiri lebih dari 50 orang dari berbagai kalangan, seniman, pelajar, mahasiswa, penulis dan beberapa wartawan acara berlangsung santai dengan dikemas ala jagongan gayeng.



            Dibuka dengan beberapa sambutan dari wartawan senior Husnun N Djurait,s erta sambutan dari Sutradara fil dokumenter Nendes Kombet acara kemudian dilanjutkan dengan nonton bareng film Nendes Kombet.
            Nendes Kombet yang berarti senden tembok (bersandar di tembok atau dalam artian sebenarnya adalah santai) merupakan film yang disutradari oleh  Sa’idah Fitria sebagai tugas akhir di Institut Seni Jogjakarta. Film ini merupakan apresiasi terhadap bahasa kiwalan (bahasa walikan) yang menjadi ciri khas tersendiri warga kota Arema ini.
            Film berdurasi 30 menit ini menceritakan tentang asal mula bahasa walikan dan eksistensinya masa kini. Bahasa walikan sendiri merupakan ciri khas kota Malang karena bahasanya yang uniik atau dikenal dengan membolak-balikkan kosa kata. Seperti saya menjasi ayas, umak menjadi kamu, arek menjadi kera, sepatu menjadi utapes dan masih banyak lagi contohnya. Tetapi dalam pemakaiannya tidak semua kata bisa dibalik menjadi bahasa walikan, contohnya mbak tidak bisa menjadi kabm atau  cinta menjadi atnic, hanya kata-kata tertentu saja bisa dipakai sebagai bahasa walikan.
Suasana nobar film Nendes Kombet
            Dalam pemakaian bahasa walikan, ada juga beberapa kata yang mengalami perubahan yang disesuaikan dengan pengucapan bahasa walikan itu sendiri. Contohnya Senden yang seharusnya menjadi Nednes kenapa bisa menjadi Nendes, itu karena bahasa walikan bukan merupakan bahasa baku tetapi disesuaikan dengan kenyamanan pengucapan.
            Film Nendes Kombet sendiri juga menceritakan asal mula bahasa walikan yang tercipta sekitar tahun 1949 semasa GRK(Gerilya Rakyat Kota) sebagai bahasa sandi agar tidak diketahui oleh Belanda. Film yang dipandu oleh nara sumber mas Ade d’Kross(dembina d’Kross Comunity), Cak Kandar, A. Effendi Kadarisman MA, Ph.D(Pakar linguistik), Abdul Wahad Adhienegoro (pengacara dan penulis Bahasa Malangan Bukan Sekedar Bahasa Walikan) dan lain-lain. Film ini sukses menggambarkan bahasa walikan yang sudah bukan hanya menjadi bahasa sandi melainkan bahasa tren yang bahkan membuat orang-orang di luar Malang pun tertarik untuk mempelajarinya. Bahasa yang unik dan menjadi ciri khas kota Malang ini dalam perkembangannya bahkan sudah menjadi bahan-bahan penelitian mahasiswa sebagai riset dan mulai dikenal tak hanya di Malang saja.
Suasana nObar yang mengesankan :)
            Sang Sutradara Film Nendes Kombet sendiri Sa’idah Fitria mengatakan bahwa pembuatan film ini pun diawali dengan kekagumannya atas solidaritas rakyat Malang. Mengaku mendapat inspirasi sewaktu berkunjung ke Jakarta. Dia  sempat bertanya kepada seorang bapak-bapak di Stasiun Pasar Senen. Tak tahunya yang ditanya adalah orang malang dan mengetahu mbak Sa’idah adalah arek Malang dengan melihat tasnya yang bertuliskan Arema. Bapak tersebut bahkan rela mengantarkan Mbak Sa’idah sampai tujuan, padahal profesi bapak-bapak tersebut adalah seorang preman. Solidaritas arek malang yang merasa satu jiwa inilah yang menjadi dasar pembuatan dengan masa riset yang mencapai hampir enam bulan ini.

            Malang mempunyai Arema sebagai klub sepak bola pemersatu dan juga bahasa walikan sebagai bahasa pemersatu yang wajib dilestarikan. Di tengah perkembangan zaman yang sering mengabaikan nila-nilai bahasa lokal, bahasa walikan justru menunjukkan eksistensinya. Sebuah bahasa pemersatu yang khas, unik dan hanya satu-satunya di Indonesia itulah bahasa walikan, bahasanya arek malang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Novel: Belahan Jiwa, Saat Dia Selalu Bersamamu, Cinta itu Telah Hadir

Jangan dibuka trailer di atas kalau gak mau kayak aku, langsung lari ke Indomaret buat ngambil novel Belahan Jiwa karya Nuniek KR ini :). Sumpah dendam banget sama yang buat trailer, maksudnya apa coba, bikin trailer yang bisa bikin nangis dari detik pertamanya di play (Pas iklannya, Plak). Tapi beneran aku sempat menitikkan air mata waktu liat trailer ini. Ciyus. Buat Bang Roll, hebat banget bisa bikin trailer keren kayak gini. Kamu utang 1 tetes air mataku, Bang. Hiks T_T

Nila Asam Manis Pedas Ala Warung Mbak Diah Pedan

Menikmati weekend dengan makan di tempat yang rindang, sejuk dengan panorama khas pedesaan memang jadi dambaan semua orang. Seperti yang saya lakukan dengan teman-teman saya beberapa waktu yang lalu. Mencari makanan enak di kota kami, Klaten memang tidak cukup sulit. Hanya saja kadang untuk mencari lokasinya sedikit sulit, tapi untungnya sekarang ada aplikasi Opensnap jadi gak perlu repot buat cari lokasi tempat makan favorit. Hm ... Mandanginnya ampe segitunya :)

10 Menu Makanan yang Wajib Banget Kamu Cicipin Kalau Berkunjung Ke Coconuts Resto

Solo emang surganya kuliner, gak jarang kalau pas ke solo pasti aku menyempatkan waktu untuk sekadar jalan-jalan atau sekadar mencicipi wisata kuliner di kota yang memiliki julukan Spirit Of  Java.  Beberapa minggu yang lalu aku sempat ke Solo untuk mengunjungi kakakku. Selagi di Solo, maka gak afdhol kalau gak jalan-jalan atau wisata kulineran. Aku pun mengajak seorang teman untuk jalan bareng, kebetulan dia orang solo dan tahu solo banget.  Namanya Mbak Ana. Aku pun janjian dengan Mbak Ana untuk wisata kulineran bareng. Kami janjian di Hartono Mall Solo baru, karena tempat itu yang paling dekat dengan rumah kakakku. Aku pun segera bersiap dan berangkat ke Hartono Mall. Enggak butuh waktu lama. 10 menit aja nyampe, setelah parkir mobil aku pun menunggu di area VIP parking agar mbak Ana lebih mudah menemukanku.