Sembilan tahun menanti untuk sebuah nama yang kini melekat pada putri bungsu Bapak Sucipto dan Bunda Sudarni. Yang tak lain adalah saya sendiri. :). Gak kebayang gimana rasanya orang tua saya menantikan kehadiran saya selama 9 tahun? Walaupun sebelumnya mereka sudah dikarunia dua orang putri cantik Nur dan Wigati, kedua kakak saya.
Awalnya mereka mungkin mengharapkan anak laki-laki. Wajarlah kedua orang tua saya sudah memiliki anak perempuan, namun entah kenapa Bunda saya menginnginkan ketiga anaknya perempuan. Ah, feeling bunda benar. Sangat benar. Dalam rentang penantian 9 tahun, ayah dan bunda saya tak pernah mengira akan mempunyai anak lagi. Tapi memang Tuhan telah mencatatkan saya sebagai anak mereka yang terakhir, sekaligus sebagai seorang bungsu.
Bunda pernah cerita padaku, suatu cerita yang membuatku terharu. Tentang bagaimana masa 9 bulan Bunda mengandungku dan saat aku dilahirkan. Semasa kandungan dan bahkan saat aku dilahirkan, aku tak didampingi Ayah. Ayahku sedang bekerja di luar kota sebagai seorang buruh tukang kayu. beliau ayah yang hebat, sangat hebat. Bahkan beliau rela mengorbankan moment di mana beliau harus menyaksikan putri ketiganya lahir. Jadi saya lahir tanpa mendengar suara adzan ayah saya. Padahal itu sebenarnya moment yang paling berkesan saat proses kelahiran seorang anak.
Tak apa, ayahku berjuang untuk keluargaku juga kan? Eyang kakung yang pertama memperdengarkan adzan di telingaku. Aku hampir terlahir di jalan, iya ... benar di jalan. Waktu itu Bunda sedang mencuci pakaian di sungai yang letaknya lumayan jauh dari desaku. Bunda harus berjalan kaki dengan perut besar, padahal itu tak mudah. Apalagi jalannya naik turun. Hingga di tengah jalan, ketuban Bunda pecah dan sudah mengalami proses pembukaan, sedikit lagi bisa saja aku dilahirkan di Jalan. hehehe. Untungnya mereka sigap membawaku ke Bidan terdekat.
Aku terlahir tanggal 6 Juli 1990 hari Jum'at Kliwon pagi. Mistis ya? hehehehe. Kata orang yang lahir di hari Jum'at Kliwon punya datu keistimewaan mistik. Iya apa enggaknya aku tak tahu. hehehehe.
Oleh Alm. Eyang Kakungku (Orang tuanya ayah) aku diberi nama Endang, sementara kakakku memberi nama Indri, dan ibuku memberi nama Astuti. Nama yang hampir 19 tahun lebih tak kutahu artinya.
Bahkan namaku sempat jadi bahan ejekan teman-teman. Mereka selalu memanggilku "Endang NDut"
Siapa yang gak kesal jika dipanggil dengan nama yang bukan miliknya. Dan aku mengalami itu, aku mengalami krisis kepribadian. Gak punya teman pas SD, malu bergaul dengan yang lain, menjadi sosok yang intovert. Beruntung lama kelamaan aku menemukan kepercaan diriku. Nama bayi yang mereka pilih untukku ternyata mempunyai arti.
Endang itu: berasal dari keluarga bangsawan
Indri: cantik
Astuti: terpuji
Ah, Tuhan ... ternyata aku beruntung mempunyai nama yang berkesan dan seindah ini. Semoga kelak ada seorang lelaki yang lancar menyebut namaku dalam ijab qabul. Aamiin.
Terima kasih telah membaca, jangan lupa tinggalkn komentar, follow google + adindazetya, facebook: Endang Indri Astuti
Komentar