Awal ramadhan saya
pernah membuat keinginan kecil dan sederhana, dan baru kesampaian kemarin.
Keinginan saya sangat sederhana, “Saya ingin buka bersama dengan keluarga
formasi lengkap.” Dan entah ada angin darimana tiba-tiba saja kakak kedua saya
ngajakin buka bersama sekeluarga. Gak hanya sekeluarga, ini sama tetangga dan
keponakan-keponakan juga.
Rempongnya, kakak
ngajuin idenya dadakan dan eksekusinya dadakan. Ibarat kata ngadain event
enggak terorganisir banget. Jadilah saya sebagai ketua panitia, halah,
maksudnya sebagai si bungsu yang paling nganggur di rumah yang kena imbas.
Mulai dari nyari tempat yang kira-kira bisa dibooking dadakan (rumah makan,
red) sampai yang ngajakin tetangga buat ikutan.
H-1, masih saja saya
dan kakak bingung nentuin tempat. Ada beberapa rekomendasi dan nama yang saya
sodorkan. Sayangnya kakak enggak segera ambil keputusan sampai hari H. Katanya
nanti dia bakal survey sendiri dan oke fine, dikiranya gampangnyari tempat
dadakan buat 25 orang, bahkan bisa lebih.
Tiba di hari H, harapan
seolah pupus di pagi hari. Seusai sahur, bapak muntah-muntah. Kalau bapak sakit
otomatis buber bakalan jadi bubar.Bapak ini orangnya keukeuh kalau masalah
ibadah. Karena sakit saya minta bapak untuk membatalkan puasa, semoga saya
enggak dosa, kan bapak sakit ya. Dia awale enggak mau, sampai akhirnya mau. Jam
12 saya SMS kakak kedua kalau bapak sakit. Enggak berapa lama dia tiba sama ibu
dan keluarganya.
Keadaan Bapak berangsur
membaik. Mungkin karena rumah jadi riuh gegara enam keponakan udah riewuh
banget. Belum keponakan dari tanteku. Saya sudah bisa sedikit lega. Saya dan
kakak habis Dzuhur langsung suvei. Dan Badala, now you see kan Kakak? Sulit
nyari tempat buat buber. Ada satu warung steak yang akhirnya deal buat tempat
buber. Beruntung masih ada tempat. Eits … jangan senang dulu, nanti kamu akan tahu betapa nyebahinya warung
steak yang satu ini.
Survei kedua saya dan
kakak ke sebuah Resto. Saya kia Resto itu untuk kalangan elite, karena yang
makan di situ biasanya yang naik mobil. Beruntung karena siang ini saya naik
mobil, jadi bisa kelihatan kekinian kayak mereka gitu. Halah. Sebenarnya ada
tempatnya, tapi kok ya, ah sudahlah. Pokoknya ini yang akhirnya bikin kami batal
enggak milih tempat ini.
Semuanya sudah aman,
tinggal konfirmasi ulang jam setengah 3 di warung steak tadi. Kali ini saya dan
keponakan yang mau konfirmasi datang enggak naik mobil lagi. Gimana mau naik
mobil? Orang enggak punya. Begitu sampai sambutannya enggak kayak yang pertama.
Hasyem buanget. Padahal kami udah deal ada tempat, saya juga bawa DP buat
booking. Eh mereka bilang enggak ada tempat. APA-APAAN INI! Mentang-mentang
saya enggak sekeceh datang pertama tadi masa diginiin. Ini tidak bisa dibiarkan.
Mati saya! Sebagai
coordinator saya jelas merasa gagal. Saya langsung membayangkan wajah-wajah
kecewa dari keponakan. Saya langsung rundingan sama Nia.
“Gimana nih, Ya?”
“Kita cari tempat lain
aja, atau telepon Mbak Nur dulu.”
“Duh.”
“Kenapa?”
“Pulsaku habis je.”
Akhirnya saya ke salah
satu warung steak cabang yang nyebahi tadi. Menembus kemacetan kota klaten.
Baru kali ini klaten macetnya enggak ketulungan. Sampailah saya ke tempat yang
dituju. Sampai di sana mbak dan masnya udah prepare. Ini sekali pun cabang yang
tadi tapi saya disambut dengan baik. Tapi sayangnya saya enggak bisa pesen
tempat. Kalau Cuma dua orang saja ada. Saya nepok jidat sekeras-kerasnya.
Beruntung ini gratisan SMS masih ada, saya SMS kakak kedua.
“Kak, telepon!”
Ini udah antara lapar dan jam menunjukkan pukul setengah empat. Bingung setengah mati, sampai akhirnya saya melihat sebuah tempat makan dengan pamplang besar. Oke, maybe there. Tanpa persetujuan kakak saya ke sana, jangan tanya keponakan saya, dia sudah pasarah. Kami pun memesan tempat. Beruntung tempatnya ada, mendadak kakak telepon. Kami malah berdebat panjang. Sampai saya hampir emosi, ini serius minta aku dan Nia cari tempat lain? Yang benar saja? Padahal saya sudah booking di tempat itu untuk 25 orang. Ini kapasitas terakhir.
Kalem … kalem …
perjalanan pulang ke rumah jadi enggak enak, gegara saya ngambil keputusan yang
gede tanpa persetujuan. Masalahnya kalau ini yang bayar saya sih no problem.
Ini yang bayar kakak. Jeder!
Akhirnya saya jelaskan
sampai di rumah, dan mereka mau mengerti. Oke! Kerempongan selanjutnya antri
kamar mandi, dan ketika antri kamar mandi sama nyerobot sandal jepit saya emang
selalu enggak kebagian. Oke, dan saya akhirnya yang paling akhir.
Karena yang ikut jadi
nambah peserta, saya enggak dapat tempat duduk di mobil. Bagi saya sih enggak
masalah toh biasa aja ke mana-mana motoran sendiri. Cuma pas mau pulang ibu
agak khawatir karena jalan ramai, tapi yah mau gimana lagi.
Oke, kerempongan
selanjutnya dimulai. Makanan yang dipesan kurang, sementara untuk memesan
tambahan uantrinya panjang. Dan you know what, tempat duduknya juga ikutan
kurang, enggak ada tempat duduknya lagi, tikar pun habis, sampai anak-anak
kecil duduknya di bawah pakai banner. It’s oke kami maklum, terlebih karena
manajernya minta maaf ke kami. Yah, ini namanya pelayanan prima dan sebagai
costumer, kami merasa pelayanan di sini memuaskan.
Saya sangat bahagia,
kerempongan ini berakhir dengan bahagia. Saya bisa melihat mereka makan dengan
bahagia, ada juga yang pesan nasi goreng sambil kepedasan. Memang pedas banget.
Saya pesan nasi goreng seafood dan ketuker sama orang lain. WHAT The …
Tapi it’s oke. Diantara
semua ini yang paling saya syukuri bisa melihat bapak sembuh dan keluarga saya
berkumpul. Meskipun bukan formasi lengkap, kakak pertama enggak datang. Mungkin
tahun depan kita bisa formasi lengkap.
Komentar