Mencintai Arema itu berat, apalagi jadi suporter di negeri ini.
Tantangan terbesarnya adalah mengubah mindset masyarakat. Ya, seperti
yang kita tahu, banyak masyarakat yang memandang suporter sebelah mata.
Memandang dari sisi negatif. Yang tawuran, yang suka bikin masalah,
pokoknya yang gak enak di dengar. Sebelum mengenal Arema, tak ada satu
tim pun yang berhasil merebut hati saya. Saya bukan orang Malang, meski
pun banyak yang mengira saya orang
Malang karena kefanatikan saya. Jangankan darah malang, darah biru
Arema, Bapak dan Ibu saya bukan orang Malang. Tahun 2011 saya mengenal
Arema lewat Bustomi. Di tahun itu pula saya bertemu dengan teman-teman
Aremania Klaten. Dulu kecil, nyaman, dan saya menemukan keluarga baru.
Sekarang besar, banyak anggota, tapi saya seperti kehilangan sesuatu.
Entah apa.
Menjadi Aremanita (Suporter wanita arema, red) itu jauh lebih berat. Apalagi punya ibu yang peduli banget pada saya. Saya akui ibu saya cerewet, saking sayangnya. Dulu awalnya dia tak setuju saya jadi suporter, sampai saya ajak dia ke nobar, saya ajak dia ke stadion cuma buat nunjukin. Ini loh Aremania Klaten, mereka berbeda, Bu. Mereka ini keluarga baru. Tiap nobar, pulang dan berangkat sendiri. Tak jarang, pulangnya pasti malam. Bukannya saya takut tentang jalan yang gelap, lewat jembatan yang bekas pembuangan mayat saat penjajahan, tapi saya takut ibu ngambek jika saya pulang tengah malam. Andai saya punya kakak laki-laki atau teman yang searah pulangnya dengan saya tak apa. Tapi tidak ada. Di sini setangguh-tangguhnya saya, saya tetap seorang wanita dan ibu saya khawatir. Ini poinnya.
Ini mungkin sekarang saatnya. Mencintaimu itu berat ma, tapi lebih berat melepasmu. Mencintai Aremania Klaten itu berat, Ma, tapi lebih berat jika melepas sedulur seperti kalian. Tapi saya rasa Aremania Klaten jauh lebih besar dari perkiraan saya dan gilank beberapa tahun yang lalu. Kini kalian sudah besar, tetaplah berjiwa besar, jangan besar berjiwa kerdil.
Maaf nawak, ini mungkin akan jadi momen pelan-pelan saya mundur dari kalian, bukan berarti melupakan, tapi menentukan jeda yang terbaik di hidup saya.
Sukses untuk Aremania Klaten.
Selamat Ulang tahun Arema yang ke -29
Moga makin mbois, keren.
Mencintamu itu berat, Ma, tapi saya tetap mencintaimu dari jauh Arema
Menjadi Aremanita (Suporter wanita arema, red) itu jauh lebih berat. Apalagi punya ibu yang peduli banget pada saya. Saya akui ibu saya cerewet, saking sayangnya. Dulu awalnya dia tak setuju saya jadi suporter, sampai saya ajak dia ke nobar, saya ajak dia ke stadion cuma buat nunjukin. Ini loh Aremania Klaten, mereka berbeda, Bu. Mereka ini keluarga baru. Tiap nobar, pulang dan berangkat sendiri. Tak jarang, pulangnya pasti malam. Bukannya saya takut tentang jalan yang gelap, lewat jembatan yang bekas pembuangan mayat saat penjajahan, tapi saya takut ibu ngambek jika saya pulang tengah malam. Andai saya punya kakak laki-laki atau teman yang searah pulangnya dengan saya tak apa. Tapi tidak ada. Di sini setangguh-tangguhnya saya, saya tetap seorang wanita dan ibu saya khawatir. Ini poinnya.
Ini mungkin sekarang saatnya. Mencintaimu itu berat ma, tapi lebih berat melepasmu. Mencintai Aremania Klaten itu berat, Ma, tapi lebih berat jika melepas sedulur seperti kalian. Tapi saya rasa Aremania Klaten jauh lebih besar dari perkiraan saya dan gilank beberapa tahun yang lalu. Kini kalian sudah besar, tetaplah berjiwa besar, jangan besar berjiwa kerdil.
Maaf nawak, ini mungkin akan jadi momen pelan-pelan saya mundur dari kalian, bukan berarti melupakan, tapi menentukan jeda yang terbaik di hidup saya.
Sukses untuk Aremania Klaten.
Selamat Ulang tahun Arema yang ke -29
Moga makin mbois, keren.
Mencintamu itu berat, Ma, tapi saya tetap mencintaimu dari jauh Arema
Komentar