“Jadilah dirimu sendiri dalam
menulis. Cari suaramu.” (Primadona Angela)
Menulis adalah sebuah kebebasan.
Bagi saya menulis adalah kebebasan seseorang untuk mengungkapkan gagasan atau
ide yang ada di kepala. Lain lagi dengan Gunawan Tri Atmodjo yang pernah
berkata, menulis menghibur diri sendiri.
Seorang teman pernah berkata kepada
saya, dia ingin menjadi seorang Boy Chandra. Dia ingin menulis sama persis
seperti penulis Satu Hari di 2018 tersebut. Lalu saya bilang kepada teman saya
tersebuh, lebih baik dia tidak usah menulis. Bukan karena saya tidak menyukai
Boy Chandra, saya juga pembaca karya Boy, tapi karena saya ingin teman saya
tersebut menjadi dirinya sendiri saat menulis.
Siapa yang tak ingin bisa menulis
seperti Boy Chandra, Tere Liye, Edgar Alan Poe, Sigmun Freud dan
penulis-penulis terkenal lainnya? Tentunya beberapa dari kita mempunyai
keinginan untuk menjadi seperti mereka. Meniru orang lain boleh saja, tapi
menjadi diri sendiri tentunya lebih baik.
Seorang penulis dihadapkan dalam
berbagai ketakutan ketika ingin menulis. Hal itu dapat kita kelompokkan menjadi
3 ketakutan, sebelum menulis, saat menulis dan setelah selesai menulis. Sebelum
menulis, beberapa dari teman saya sering bilang bahwa mereka menemui ketakutan
sebelum memulai sebuah tulisan. Hal ini juga pernah saya alami. Tidak hanya
sekali. Beberapa kali naskah yang saya tulis tidak selesai, bahkan ada yang
masih mengendap di dalam folder. Sampai saat ini saya juga masih mengalami
ketakutan saat menulis. Berkali-kali saya harus menyakinkan diri sendiri untuk
bisa menulis lagi.
Ketakutan saat menulis, ketika
menulis pun seorang penulis juga dihadapkan dengan ketakutan lainnya. Seperti
takut naskahnya akan jelek atau takut naskahnya nanti ditolak penerbit/media.
Hal ini seringkali dialami oleh beberapa penulis. Setiap kali menemui ketakutan
ini, saya selalu berkata kepada diri sendiri bahwa “Tidak ada naskah yang
jelek, semua itu adalah proses, dan setiap draft
awal tidak harus sempurna.”
Setelah menyelesaikan tulisannya pun
seorang penulis juga masih dihadapkan dengan ketakutan lainnya diantara
bayang-bayang kegagalan, takut ditolak media sebelum mengirimkannya, tidak
percaya diri untuk mengirimkan naskah ke media, bagaimana tanggapan pembaca dan
beberapa ketakutan lainnya. Menjadi penulis tak akan pernah lepas dari
ketakutan-ketakutan tersebut. Tapi sebagai seorang penulis kita harus bisa
keluar dari ketakutan kita sendiri. Menulis adalah sebuah tantangan, lebih
tepatnya tantangan kepada diri kita sendiri untuk bisa menyingkirkan rasa
malas, takut dan putus asa.
Berbicara tentang tantangan,
tantangan menulis di era digital tentunya juga tak mudah. Seperti yang kita
tahu, berdasarkan survei, minat baca di negeri ini sangatlah minim, di bawah
angka satu persen. Selain itu ada beberapa media cetak yang tidak menediakan
lagi ruang untuk para penulis. Namun di sisi lain, munculnya media online
seperti Wattpad, Novel Nusantara menjadi portal online yang cukup dimiknati
para pembaca. Beberapa cerita dari Wattpad pun sudah ada yang sukses melirik
minat penerbit untuk menerbitkannya dalam bentuk buku.
Antara lain The oldest Boyfriend,
Maps, Matt & Mou, The Perfect Husband, Bad Romance dan masih banyak lagi
naskah yang awalnya dari Wattpad lalu diterbitkan. Jika kita berkunjung ke toko
buku, mata kita tidak hanya akan dimanjakan oleh buku-buku sastra, buku-buku
Tere Liye, Pidi Baiq dan beberapa penulis terkenal lainnya. Seolah
berlomba-lomba para penulis Wattpad pun mulai memenuhi beberapa rak di toko
buku.
Predikat “Best Seller” buku Wattpad tidak lagi dihitung dari banyaknya penjualan
buku tersebut. Buku-buku di wattpad seringkali melabeli arti kata best seller
dengan “Dibaca satu juta kali”, “Dibaca sekian ribu kali.”. Banyaknya viewers
ataupun pembaca di Wattpad menjadi label
baru untuk mengatakan bahwa naskah tersebut sukses di pasaran (wattpad) dan best seller. Di sisi
lain Wattpad adalah sebuah peluang baru bagi para penulis. Munculnya para
penulis baru di wattpad bisa menjadi ukuran bahwa di negeri ini profesi seorang
penulis masih diminati banyak orang. Tapi seharusnya minat tersebut diimbangi dengan pengetahuan dasar seorang
penulis seperti EYD/ EBI agar tulisan di wattpad menjadi lebih rapi. Menurut
saya beberapa naskah di Wattpad terkadang hanya mementingkan alur dan konflif,
dan mengesampingkan masalah EYD. Mungkin bagi para pembaca awam tentunya tidak
masalah, tapi bagi para pembaca yang mengerti EYD/ EBI hal tersebut tentunya
akan sedikit mengganggu pemandangan saat membaca. Setiap hari ada jutaan naskah
yang bisa dibaca di Wattpad, tidak hanya penulis dari Indonesia, tapi juga
penulis dari luar negeri. Pasar pembaca dan tren saat ini juga sedang berada di
buku yang berasal dari Wattpad. Tapi bukan berarti tren tersebut akan bertahan
lama. Pasar pembaca di negeri ini bisa berubah setiap saat.
Alangkah indahnya jika menulis untuk
diri kita sendiri. Bukan hanya sekadar mementingkan keinginan penerbit atau
media. Tulislah apa yang kita suka. Jangan apa yang penerbit atau media suka.
Terlepas dari beberapa kungkungan yang terkadang masih mengikat seorang
penulis, menjadi diri sendiri saat menulis adalah sesuatu yang menyenangkan.
Tidak peduli diterima atau tidak, pada akhirnya menjadi diri sendiri saat
menulis seperti menyuarakan ide dalam kepala kita dengan suara kita sendiri.
Bukan dengan suara orang lain. Penulis ada bukan hanya untuk menulis, tapi
terkadang untuk menyuarakan hal-hal lain seperti kemanusiaan, ketidakadilan dan
lain-lain. Jadilah penulis yang bisa menyuarakan diri sendiri dan juga orang
lain.
(Klaten, 21 Maret 2017)
Komentar