”Jika kamu menulis dengan beban,
maka yang kau hasilkan adalah beban, bukan sebuah tulisan.” (Asef Saeful Anwar)
1. Menulis
Bukanlah Beban
Menulis
bukanlah suatu beban, meski terkadang cukup menguras tenaga dan pikiran. Dalam suatu
diskusi di Festival Sastra Basabasi yang digelar Sabtu, 22 April 2017, Asef
Saeful Anwar mengatakan bahwa menulis bukanlah suatu beban. Penulis Al Kudus
ini juga memberikan beberapa tips mengenai menulis prosa. Didampingi oleh Eko
Triono sebagai moderator, Asef Saeful Anwar dan Ken Hanggara membuka sesi
diskusi dengan menceritakan proses kreatif mereka.
Asef
yang lahir di Cirebon mengawali karir menulisnya karena kecintaannya membaca.
Penulis yang baik adalah pembaca yang baik. Berawal dari kecintaannya membaca,
Asef mulai menulis. Tulisannya pernah diterbitkan dalam beberapa buku, salah
satunya adalah buku terbarunya Al Kudus yang baru saja terbit di Penerbit
Basabasi.
Selepas
SMP, Asef menjalani kehidupan di pesantren. Asef bukan tipe orang yang mudah
bergaul, sebagian waktunya di pesantren dia habiskan untuk membaca. Karena itu
merupakan satu-satunya pelariannya dalam mengisi waktu di pesantren. Dari
kecintaannya terhadap membaca kemudian dia menulis.
Berbeda
dengan Ken yang mengawali cita-citanya menjadi penulis dari sebuah buku kliping
cerpen koran yang dia temukan di kamar kakak pertamanya. Buku itu milik
sepupunya yang dihadiahkan kepada kakaknya Ken, sampai sekarang buku itu
menjadi salah satu buku yang berpengaruh dalam karir kepenulisan Ken Hanggara.
Bagi
mereka, menulis bukanlah suatu beban. Ken meluangkan waktunya untuk menulis minimal
satu cerpen per hari. Menulis secara teratur bisa jadi cara untuk menjaga
konsistensi seorang penulis. Awalnya mungkin tidak mudah, tapi jika kita
lakukan dengan hati yang ikhlas dan bahagia, menulis bukanlah suatu beban lagi
bagi kita.
2. Filosofi
sebuah Penderitaan
Sesi
pertama Festival Sastra Basabasi yang diadakan oleh Penerbit Divapress dan
Penerbit Basabasi dibuka dengan perbincangan hangat mengenai teknik menulis prosa.
Diskusi ini seharusnya diisi oleh tiga narasumber; Ken Hanggara, Asef Saeful
Anwar, Yetti A.KA, Namun sayangnya Mbak Yetti A.KA berhalangan hadir. Banyak pelajaran yang saya dapatkan selama
mengikuti sesi diskusi. Ada banyak ilmu baru yang saya dapat dari pembicaraan
kedua narasumber selama sesi pertama.
Salah
satunya adalah bagaimana menjalani proses dengan sabar sebagai seorang penulis.
Ken sempat tidak menyangka bahwa dirinya bisa terjun ke dunia menulis.
Sebelumnya menjadi penulis adalah cita-citanya saat kecil setelah menemukan
buku kliping milik saudaranya tersebut. Bertahun-tahun berlalu Ken harus
menjalani proses panjang mulai dari merantau, menjadi anak band sampai dia
menemukan keberanian untuk mulai menulis.
Awalnya
Ken sempat mengalami keterbatasan fasilitas dengan tidak adanya laptop, tapi keterbatasan
fasilitas tidak menjadikan Ken putus asa. Dia pergi ke warnet dan sering
menghabiskan waktu 3 jam di warnet untuk menulis satu cerpen. Setiap tiga jam
yang dia habiskan, hanya mampu menghasilkan sebuah cerpen 1, 5 halaman. Tapi
Ken tidak menyerah, dia tak pernah putus asa dan menjalani proses dengan sabar.
Karyanya dikritik, ditolak berkali-kali sudah pernah dia alami. Kesabaran
menjalani proses ternyata membawanya hingga seperti sekarang ini.
Menjadi
penulis di Indonesia adalah sebuah tantangan besar. Banyak orang yang bilang
jika ingin menjadi kaya, maka jangan menggantungkan hidupmu menjadi penulis.
Karena seperti yang kita tahu, selain karena perhatian pemerintah yang masih
minim di dunia literasi, penulis juga harus berjuang keras untuk mendapatkan
satu tempat untuk karyanya. Sementara media-media yang ada semakin banyak yang
terpaksa menutup ruang untuk sastra.
Sebuah
filosofi penderitaan yang saya dapat dari kisah proses kreatif para narasumber
bahwa banyak orang yang menjadikan penderitaan sebagai alasan untuk berhenti.
Tapi orang-orang yang hebat menjadikan penderitaan bukanlah sebagai masalah,
tapi sebagai motivasi untuk membuat hidup lebih baik.
3. Usaha
Membahagiakan Pembaca
Seorang
penulis perlu memperhatikan pembaca. Karena mereka adalah pembaca dari tulisan
penulis. Tanpa adanya pembaca, seorang penulis bukanlah apa-apa. Salah satu
cara agar tulisan kita tidak membosankan dibaca oleh pembaca adalah
mengeksplorasi gaya bahasa yang kita gunakan.
Ken
dan Asef mengerti betul bahwa mengekplorasi gaya bahasa merupakan salah satu
usaha untuk membuat para pembaca tidak jenuh. Menurut Ken, eksplorasi gaya
bahasa tidak perlu dengan menggunakan diksi-diksi yang mewah, bahkan hal-hal
sederhana sekalipun bisa kita eksplorasi. Contohnya kita melihat seseorang yang
tengah berjalan dengan baju compang-camping dan wajah tak karuan, ada banyak
kemungkinan kenapa orang itu berjalan dengan keadaan seperti itu.
Kemungkinan
pertama orang itu gila dan kabur dari rumah sakit jiwa, kedua orang itu gila
dan dibuang oleh keluarganya, ketiga orang itu tidak gila tapi miskin sehingga
tidak mempunyai baju yang layak dia pakai. Ada banyak kemungkinan-kemungkinan
dalam cerita yang kita buat. Kita bisa memakai salah satu sudut pandang yang
berbeda dalam menuliskannya. Jangan menulis sesuatu dengan cara yang sama
berulang-ulang karena itu bisa membuat para pembaca jenuh. Cobalah
mengeksplorasi gaya bahasa yang kita gunakan dan perbanyaklah membaca untuk
menambah referensi kita dalam menulis. Jangan menyerah jika sekali atau dua
kali kita gagal, karena jika kamu berhenti maka semuanya berakhir saat itu.
4. Jadilah
Penulis yang Tidak Punya Alasan Untuk Berhenti
Sekali
terjun di dunia menulis, maka selamanya kau tidak akan bisa berhenti. Sekalipun
kau berhenti pasti ada saat kau akan merindukan menulis lagi. Menulis layaknya
sebuah kutukan yang ketika kau memulai kau tidak akan bisa berhenti. Ketika
ditanya adakah alasan untuk Ken dan Asef berhenti menulis, maka mereka kompak
menjawab tidak. Jenuh pasti ada, tapi alasan untuk berhenti mereka mengatakan
tidak ada.
Ada
banyak hal yang membuat seorang Ken tidak bisa berhenti menulis, salah satunya
adalah dia merasa hidupnya lebih baik dengan menulis. Dari menulis banyak hal
yang tak terduga yang dia dapatkan. Salah satunya adalah kesempatan bertemu
dengan para penulis hebat lainnya.
Saat
jenuh, Asef memilih untuk berjalan kaki sekadar untuk melepas penat. Menurutnya
ada beberapa tips untuk menjadi seorang penulis yang baik, yang pertama adalah
membaca, berteman dengan penulis lainnya, dan berkompetisi.
Jika
ingin menulis tanpa beban jangan berpikir bahwa menulis tidak memberikan
apa-apa dalam hidupmu, tapi berpikirlah apa yang kamu berikan dalam tulisanmu?
Sebuah penghargaan, uang, pujian dan kritikan itu adalah bonus yang akan
diterima oleh penulis. Entah itu dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Yang jelas menjalani proses dengan sabar adalah salah satu hal yang kita
butuhkan. Menulislah tanpa beban,
seolah-olah kau tengah jatuh cinta, hingga kau siap menanggung segala
risikonya. Salah satu kunci menulis tanpa beban adalah membebaskan dirimu
sendiri menulis dengan caramu, dengan warna(gaya)mu, bukan dengan warna milik
orang lain.
Klaten, 26 April 2017
Komentar