Orang yang ceria bukan berarti dia tak bisa terluka. Dia juga bisa menangis dan merasakan rasa sakit.
Aku adalah salah satu orang yang selalu dinilai punya sifat dan karakter yang ceria. Di kehidupan sehari-hari aku sering dinilai sebagai seseorang yang ceria, kuat dan tomboy. Karena image tersebut orang-orang kadang lupa kalau aku ini bisa menangis, dan terluka, bahkan orang sering berpikir bahwa aku seseorang yang tidak bisa sakit
Pernah suatu hari aku sakit. Aku adalah anak bungsu dari ketiga saudara. Ibuku mendidikku dengan mandiri. Tiap aku sakit, aku tidak pernah dimanja bahkan dalam kehidupan sehari-hari pun aku tidak pernah dimanja. Oleh karena itu aku tumbuh dengan karakter anak bungsu yang tak dimanja.
Biasanya anak bungsu kan enak, bisa manja, namun tidak denganku. Suatu hari aku sakit. Panas. Setiap kali sakit orang tuaku tidak akan bertanya, "Kamu sakit, Nak?" atau pertanyaan lainnya. Ketika aku menangis dia tidak akan memelukku. Bukan karena dia tidak menyayangiku. Tapi karena pola didikannya tadi. Ayahku juga bukan tipe ayah yang gampang memeluk anaknya. Dia malah jarang memelukku semenja aku dewasa.
Diantara ketiga saudaraku, aku adalah anak yang penuh dengan impian. Meski terkadang dibilang konyol dan membuat anggota keluargaku sendiri tak mempercayai impianku. Seperti misalnya aku pernah punya impian bertemu Ahmad Bustomi. Bagi mereka tentunya impianku konyol, mana mungkin aku bisa ketemu kapten timnas, pada masa itu. Namun ternyata aku benar-benar bertemu dengannya.
Aku adalah seseorang yang percaya akan kekuatan impian. Namun terkadang impianku tak sejalan dengan keinginan orang tuaku. Orang tuaku ingin kerja di pabrik, menikah, punya anak. Selesai. Tapi aku punya impian lain. Aku juga pengen menikah. Tapi dengan siapa calon aja tak punya. Aku santai kalau soal menikah, namun terkadang ibuku menjadi cerewet dan membuatku terdesak karena omongannya.
Ibuku bukan tipe orang yang mudah minta maaf. Sementara aku adalah orang yang optimis pada apa yang aku inginkan. Perbedaan sifat kami ini yang sering bikin aku frustasi. Aku pikir yang namanya depresi itu hanya terjadi pada seseorang di luar sana. Namun diam-diam aku mengalaminya.
Beberapa hari yang lalu aku benar-benar merasa frustasi. Ada sedikit masalah yang tak bisa kuceritakan. Yang mesti kuceritakan tapi bebannya masih ada di dadaku. Aku bahkan sempat berpikir bagaimana kalau aku pulang dan pikiran aneh lainnya. Stress banget. Hingga akhirnya aku memilih menepi. Menjauh dari rumah dan berpikir seorang diri. Dari sini aku bisa bicara dengan diriku sendiri. Di balik sisiku yang tangguh, aku adalah seseorang perempuan yang melankolis dan baperan. Di luar sana, mungkin di sampingmu ada orang-orang yang kelihatannya baik-baik saja namun ternyata tidak. Dia yang benar-benar ceria terkadang tengah menyembunyikan luka di dada dan sisi lain dirinya.
Aku menulis cerita ini bukan untuk mendapat belas kasihan. Namun menulis ini sebagai salah satu cara untuk mengurangi sedikit saja beban di hatiku dan agar kamu mengerti bahwa terkadang dia yang keliatan tangguh ternyata tidak sedang baik-baik saja.
Komentar