Langsung ke konten utama

Sekelumit Cerita Tentang Dunia Suporter: “Kita Diajarkan Untuk Mencintai Bukan Membunuh”

Dunia suporter Indonesia kembali berduka. Kita kembali kehilangan salah satu saudara kita karena sebuah kata yang terkadang disebut dengan “Totalitas”. Totalitas yang mana? Totalitas untuk siapa? Apakah arti sebuah totalitas sebanding dengan arti sebuah nyawa?

Kembali, daftar hitam menghiasi catatan dunia suporter. Mau sampai kapan? Mau sampai kapan balas dendam? Apakah kalian adalah Tuhan yang menciptakan manusia, yang berhak mengambil nyawa seseorang? Bukan kan? Lalu apa hak seseorang saling bunuh hanya karena atas nama totalitas? Apakah ini yang dinamakan suporter? Suporter itu mendukung, bukan membunuh, Bung.


Jujur pagi ini saya sedih karena lagi-lagi satu orang teman, kerabat, saudara kita harus pergi untuk selama-lamanya. Haringga Sirla, harusnya senja ini dia masih bisa tersenyum, masih bisa mengenakan syal tim kebanggaannya, Persija, namun dia harus berpulang karena pengeroyokan sejumlah oknum suporter. Miris. Terlebih membaca berita kronologi, dan melihat video pengeroyokan Haringga. Sungguh tidak berperikemanusiaan.

Orang-orang berkampanye “STOP BULLYING” namun Haringga meninggal di tengah kerumunan tanpa ada satu pun yang menolongnya. Mari kita bicara bukan masalah totalitas, tapi masalah kemanusiaan. Masih adakah sedikit jiwa kemanusiaan saat Haringga dipukuli dari orang-orang yang melihatnya? Andai sedikit saja ada, andai ada yang mengulurkan tangan saat itu mungkin Haringga masih bisa bernapas hari ini.

Jangan bicara tentang totalitas, jika hanya sebagai topeng alasan untuk mengambil nyawa seseorang. Nyawa tidak pernah sebanding dengan apapun. Totalitas? Loyalitas? Untuk siapa? Untuk apa? Apakah sebuah kebanggaan membunuh seseorang? Yang saya tahu selama tujuh tahun menjadi suporter, saya tidak pernah diajarkan untuk menyakiti, bahkan sampai membunuh seseorang.


Apakah Arti Suporter yang Sebenarnya?

Pertama kali menjadi suporter, Aremanita, jelas itu masa  yang tak mudah.  Suka, duka, tangis tawa menjadi hujan cerita selama tujuh tahun berlalu. Selama tujuh tahun pula saya belajar bahwa menjadi suporter bukan hanya tentang datang, berteriak, mendukung lalu selesai. Lebih dari itu, saya mendapat keluarga, teman, dan juga banyak pelajaran hidup. Pelajaran untuk menghargai sesama suporter, pelajaran untuk  menghargai sesama dan pelajaran untuk mendukung Arema dengan sepenuh hati.

Sebagai seorang suporter, terlebih saya seorang perempuan, memakai jilbab, saya sering mendengar omongan miring tentang dunia suporter. Image suporter di mata masyarakat sering disebut tukang rusuh, pembuat onar, buang-buang uang untuk melakukan  seseuatu yang tak penting. Bahkan segenap daftar hitam catatan kelam keributan antar suporter menjadi alasan kuat masyarakat menganggap bahwa suporter tak lebih dari tukang rusuh. “Kita diajarkan untuk mencintai bukan membunuh.”

Mau sampai kapan pendapat orang akan bertahan bahwa suporter  itu tukang  rusuh? Saya sedih karena setiap kali orang tahu saya suporter  pandangan mereka ke saya cuma ada dua.  Takut dan gak respect.  Seolah  semua orang yang masuk ke dunia suporter  bukan anak baik-baik. Atau dicap anak nakal.

Padahal selama ini bersama  Aremania Klaten,  kegiatan suporter  saya tidak hanya berteriak,  tidak hanya duduk dan menonton  bola,  tapi saya seperti  punya keluarga.  Kadang kita nobar bareng,  ngamen bareng buat galang dana, tour bareng.  Dan itu saat-saat yang membahagiakan

Tidak bisa dipungkiri  dunia suporter  pasti punya sisi hitam.  Tapi tolong jangan dipukul rata kalau  suporter  itu bukan anak baik-baik,  suporter  itu brengsek,  tolong  jangan karena di luar  sana masih banyak  suporter  yang mengajarkan kebaikan.  We learn to love my team no to kill someone. Give me one chance to make you believe  that suport something  is not wrong.


Orang Tua dan Pandangan Mereka Tentang Suporter

Sebuah catatan panjang hingga orang tua saya mengizinkan saya menyukai Arema. Saya tidak memiliki darah biru, istilahnya untuk memiliki darah keturunan Malang, bapak, ibu saya orang Jawa. Tapi saya menyukai Arema. Pertama kali bilang saya ingin ke Stadion, tanggapan ibu saya jelas kontra.

Dia jelas khawatir, apakah stadion aman buat saya. Saya bahkan harus meyakinkannya berkali-kali bahwa saya akan baik-baik saja. Tidak hanya itu saya juga memperkenalkan teman-teman saya di Arema Klaten, saya bahkan bawa ibu saya ke stadion buat membuktikan kalau stadion aman.

Tidak hanya orang  tua saya.  Seluruh orang tua yang anaknya sedang menjadi suporter  saat ini pasti akan lebih khawatir  setelah mendengar berita meninggalnya Haringga. Apa yang salah dari mendukung  tim kesayangan,  hingga datang ke stadion  bukan lagi untuk melihat  tim kebanggaan melainkan melihat malaikat  pencabut nyawa.  Kapan sebuah pemandangan indah meski kita rival kita bisa duduk bersama dan saling berinteraksi layaknya manusia. Hingga suatu saat nanti orang tua tidak perlu khawatir. Orang tua tidak perlu was-was ketika anaknya ingin ke stadion.  Hingga suatu saat nanti stadion  bukan sebuah tempat  angker yang selalu meminta tumbal.


Ketika Stadion Berubah Menjadi Neraka

Banyak sekali cerita dari teman-teman saya (Aremanita) yang bercerita bahwa mereka  sulit mendapatkan izin untuk nonton pertandingan di Stadion dengan alasan faktor keamanan. Ini jelas tanpa alasan. Sudah berapa kali kasus tawuran pengeroyokan suporter terjadi, bahkan sampai meninggal.

Stadion yang seharusnya menjadi tempat aman dan nyaman menonton sepakbola, kini berubah menjadi neraka peminta tumbal nyawa. Tentu saja akan semakin banyak orangtua yang membatasi anak-anaknya menonton sepakbola.

Sebuah tim sepakbola  tidak  lengkap tanpa adanya para suporter. Sepakbola, tim dan suporter  adalah suatu kesatuan. Kita tidak akan permah membangun sepakbola jika para suporternya tidak dewasa dan main hakim
sendiri.

Stadion kini menjadi suatu tempat yang menyeramkan layaknya neraka.  Lalu kapan kita bisa duduk nyaman anak-anak, perempuan, orang tua, laki-laki,  bisa duduk dengan damai dan mendukung  tim kesayangan  bersama meski kita rival tanpa  adanya kerusuhan?  Mari berinstropeksi.


Totalitas itu Mendukung bukan Membunuh
Tugas utama seorang suporter adalah mendukung tim kesayangannya berlaga. Jangan artikan totalitas dengan menghalalkan segala cara dengan alasan totalitas untuk mendukung tim kebanggaan, termasuk menganiaya seseorang dengan alasan totalitas. Omong Kosong. Totalitas bukan dengan cara membunuh. Alangkah indahnya jika kita semua suporter bergandengan tangan. Rivalitas hanya ada di dalam stadion, rivalitas  90 menit, selebihnya kita adalah saudara. Merah, Kuning, Biru, Hijau, Oranye, dibawah bendera suporter apapun, atas nama tim apapun, kita tetap berada di bawah satu bendera besar Merah Putih. Tolong Jangan lupakan. Kita ini sebangsa.

Cukup, Jangan Antarkan Nyawa Lagi Atas Nama Totalias dan dendam
Cukup sudah daftar panjang para suporter yang meninggal karena penganiayaan, pengeroyokan karena rivalitas dan totalitas. Mari kita sama-sama instropeksi, membenahi diri dan bersikap lebih dewasa. Membalas dendam tentu hanya akan menambah datar panjang masalah yang tak kunjung usai. Kita semua kehilangan, kita semua merasakan sakit saat satu suporter di Indonesia meinggal, oleh karena itu jangan sampai satu nyawa lagi dipaksa berpulang. Mari kita berbenah untuk masa depan dunia suporter yang lebih baik, Untuk dunia suporter yang bisa saling bergandengan tangan menuju masa depan yang lebih indah.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Novel: Belahan Jiwa, Saat Dia Selalu Bersamamu, Cinta itu Telah Hadir

Jangan dibuka trailer di atas kalau gak mau kayak aku, langsung lari ke Indomaret buat ngambil novel Belahan Jiwa karya Nuniek KR ini :). Sumpah dendam banget sama yang buat trailer, maksudnya apa coba, bikin trailer yang bisa bikin nangis dari detik pertamanya di play (Pas iklannya, Plak). Tapi beneran aku sempat menitikkan air mata waktu liat trailer ini. Ciyus. Buat Bang Roll, hebat banget bisa bikin trailer keren kayak gini. Kamu utang 1 tetes air mataku, Bang. Hiks T_T

Nila Asam Manis Pedas Ala Warung Mbak Diah Pedan

Menikmati weekend dengan makan di tempat yang rindang, sejuk dengan panorama khas pedesaan memang jadi dambaan semua orang. Seperti yang saya lakukan dengan teman-teman saya beberapa waktu yang lalu. Mencari makanan enak di kota kami, Klaten memang tidak cukup sulit. Hanya saja kadang untuk mencari lokasinya sedikit sulit, tapi untungnya sekarang ada aplikasi Opensnap jadi gak perlu repot buat cari lokasi tempat makan favorit. Hm ... Mandanginnya ampe segitunya :)

10 Menu Makanan yang Wajib Banget Kamu Cicipin Kalau Berkunjung Ke Coconuts Resto

Solo emang surganya kuliner, gak jarang kalau pas ke solo pasti aku menyempatkan waktu untuk sekadar jalan-jalan atau sekadar mencicipi wisata kuliner di kota yang memiliki julukan Spirit Of  Java.  Beberapa minggu yang lalu aku sempat ke Solo untuk mengunjungi kakakku. Selagi di Solo, maka gak afdhol kalau gak jalan-jalan atau wisata kulineran. Aku pun mengajak seorang teman untuk jalan bareng, kebetulan dia orang solo dan tahu solo banget.  Namanya Mbak Ana. Aku pun janjian dengan Mbak Ana untuk wisata kulineran bareng. Kami janjian di Hartono Mall Solo baru, karena tempat itu yang paling dekat dengan rumah kakakku. Aku pun segera bersiap dan berangkat ke Hartono Mall. Enggak butuh waktu lama. 10 menit aja nyampe, setelah parkir mobil aku pun menunggu di area VIP parking agar mbak Ana lebih mudah menemukanku.